FAQ (Frequently Asked Questions)
Frequently Asked Question (FAQ) adalah layanan yang akan menginformasikan pertanyaan yang sering ditanyakan oleh pengunjung. Layanan ini juga akan bertindak sebagai sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, keluhan ataupun pertanyaan seputar keuangan inklusif.
Pengadilan agama, merupakan salah satu tonggak pengadilan di Indonesia, selain pengadilan umum, pengadilan tata usaha negara dan pengadilan militer. Keempat pilar pengadilan tersebut mempunyai kewenangan berbeda-beda, yang kesemuanya diatur oleh undang-undang masing-masing.
Membahas keberadaan pengadilan agama, tentu bisa berlembar-lembar kertas untuk menulisnya, mulai kewenangan, struktur organisasi sampai pada proses persidangan. Tapi dari semua persoalan yang melingkupi pengadilan agama, maka ada beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan berkaitan dengan pengadilan agama.
Tentu banyak sekali pertanyaan yang berkaitan dengan pengadilan agama, tapi kami mengambil 10 pertanyaan yang sering terlontar, baik dalam diskusi-diskusi terbatas, maupun dari obrolan-obrolan ringan.
Adapun 10 pertanyaan yang sering terlontar dari orang umum tentang pengadilan agama antara lain:
1. Di pengadilan agama manakah perceraian dilakukan?
Menurut pasal 20 PP Nomor 9 Tahun 1975, gugatan perceraian dilakukan di tempat Tergugat. Jika alamat Tergugat tidak jelas atau bertempat tidak tetap, maka diajukan di pengadilan ditempat tinggal Penggugat; Demikian juga jika Tergugat bertempat tinggal di luar negeri, maka diajukan di tempat kediaman Penggugat. Tergugat akan dipanggil melalui perwakilan Republik Indonsia setempat.
2. Mengapa jika salah satu pihak (suami atau istri) tidak diketahui alamatnya, waktu sidangnya lama?
Lamanya sidang untuk pihak yang tidak diketahui alamatnya, memang lebih lama dari pada yang alamatnya diketahui, karena cara pemanggilannya berbeda.
Jika pihak Tergugatnya alamatnya diketahui, maka Jurusita akan langsung memanggil ke alamat yang bersangkutan.
Jika keberadaan Tergugat tidak diketahui maka menurut pasal 27 PP Nomor 9 Tahun 1975 panggilan dilakukan dengan menempelkan di papan pengumuman di pengadilan agama masing-masing dan diumumkan lewat mass media.
Jangka waktu panggilan pertama dan kedua adalah 1 bulan. Panggilan kedua dan hari persidangan minimal 3 bulan. Sehingga untuk memulai persidangan, harus memakan waktu minimal 4 bulan.
3. Bagaimana agar dibebaskan biaya perkara?
Pengadilan memang membebaskan biaya berperkara bagi orang yang tidak mampu. Selama ini diatur dengan HIR dan RBg.
Seiring dengan berjalannya reformasi bidang pengadilan, maka diterbitkanlah Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang pedoman pemberian bantuan hukum.
Dalam pasal 3 SEMA ini diatur bahwa masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis dapat mengajukan gugatan/ permohonan berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan syarat melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) atau surat keterangan tunjangan sosial lainnya seperti kartu keluarga miskin (KKM) Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT);
4. Apa saja proses persidangan?
Secara singkatnya proses persidangan adalah sebagai berikut:
5. Bagaimana caranya menuntut cerai karena suami tidak bertanggung jawab?
Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh para istri yang selama ini diabaikan haknya oleh suami. Sebagaimana diketahui bahwa undang-undang mengatur kewajiban suami dalam perkawinan adalah pemenuhan nafkah. Maka jika kewajiban tersebut tidak dapat ditunaikan, para istri kemudian merasa ada hak-haknya yang terabaikan yang ingin dituntut.
Sayangnya persepsi selama ini bahwa kelalaian suami tersebut hanya bisa dilakukan dengan menuntut cerai. Padahal sesungguhnya istri dapat menuntut seorang suami untuk melaksanakan kewajibannya, tanpa harus dengan bercerai. Tapi ini jarang sekali dilakukan. Kebanyakan istri, ketika ada kewajiban-kewajiban suami yang diabaikan, apalagi kemudian keberadaan suami tidak diketahui, maka mereka mengajukan perceraian di pengadilan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 memang mencantumkan kewajiban-kewajiban suami dan istri, sehingga apabila ada pelanggaran terhadap pasal tersebut, seorang suami atau istri dapat mengajukan ijin perceraian di pengadilan.
Hanya umumnya dalil yang dipergunakan oleh para istri bahwa rumah tanga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sudah sulit diharapkan utnuk rukun lagi sebagai suami istri, dimana pertengkaan tersebut karena masalah ekonomi.
6. Apa saja syarat poligami?
Walau issue tentang poligami kadang naik turun, tergantung trend berita, tapi pertanyaan ini sering muncul. Ada yang memandang sinis terhadap poligami, tetapi ada sebagian yang mentabukan poligami.
Adapun syarat-syarat poligami telah diatur dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
- Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Bukan itu saja, ada syarat-syarat lin yang harus dipenuhi seorang suami jika ingin mengajukan izin poligami, yaitu:
- Adanya persetujuan istri atau istri-istri;
- Adanya kepastian kemampuan seorang suami untuk membiayai hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
- Adanya kepastian bahwa seorang suami mampu berlaku adil.
Hal ini yang tertuang dalam undang-undang, tetapi dalam prakteknya, ketika hakim memeriksa perkara poligami, dalam permohonan poligami tersebut juga diwajibkan si suami untuk mencantumkan harta-harta yang telah dimiliki selama masa perkawinan. Ini dimaksudkan agar ada perlindungan dan kejelasan status harta-harta yang selama ini telah dimiliki oleh pasangan sebelumnya.
7. Berapa umur minimal untuk melangsungkan perkawinan?
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Perkawinan pasal 7 mengatur bahwa usia minimal perkawinan laki-laki dan perempuan sama-sama 19 tahun. Jika calon suami atau istri belum sampai pada batas usia minimum tadi, maka orang tua/wali dapat mengajukan ijin dispensasi perkawinan dipengadilan.
Saat ini angka perkara ini dari tahun ke tahun semakin menunjukkan angka peningkatan yang cukup signifikan. Yang lebih memprihatinkan lagi, bahwa perkara ini diajukan karena calon istri telah dalam keadaan hamil.
8. Berapa lama masa iddah itu?
Ada beberapa perbedaan masa iddah (masa tunggu bagi perempuan). Yaitu:
- Jika suami meninggal, maka masa iddahnya adalah 130 hari;
- Jika putus karena perceraian, maka masa iddah bagi wanita yang masih menstruasi adalah 3 kali suci atau minimal 90 hari dan yang sudah tidak menstruasi adalah minimal 90 hari;
- Jika perempuan tersebut dalam keadaan hamil, maka masa tunggunya adalah sampai melahirkan.
9. Hak Pemeliharaan Anak.
Ini sering terjadi pada perkawinan-perkawinan yang ketika perceraian tidak juga diputuskan tentang hak asuh anak. Seiring berjalannya waktu, maka kemungkinan ada persoalan-persoalan kecil (misalnya dibatasi untuk menengok) kemudian menjadi besar. Sementara anak sudah semakin besar dan telah semakin lengket dengan orang tua yang mengasuhnya.
Kompilasi Hukum Islam pasal 105 memang mengatur bahwa jika terjadi perceraian maka anak-anak yang belum mumayiz atau 12 tahun adalah merupakan hak ibu. Jika sudah mumayiz, maka anak tersebut diberi kesempatan untuk memilih ayah atau ibunya. Walaupun anak dalam pemeliharaan ibu, kewajiban nafkah terhadap anak tersebut adalah merupakan tanggung jawab bapak.
Pihak bapakpun bisa meminta hak pemeliharaan jika ada indikasi tertentu bahwa si ibu berperilaku kurang baik yang dapat mengganggu akhlak dan ibadah si anak.
Selama ini memang kendala terbesar adalah masalah eksekusi anak, dimana anak tentu bukanlah barang yang mudah dialihtangankan. Anak adalah sosok manusia yang juga mempunyai harkat dan hidup sebagaimana manusia dewasa. Oleh karena itu Undang-undang Perlindungan Anak telah mengatur, bahwa apapun yang dilakukan adalah semua berorientasi pada kepentingan anak.
10. Apa alasan - alasan perceraian?
Dalam pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 diebutkan bahwa alas an-alasan perceraian adalah:
Dalam pasal 116 selain syarat-syarat di atas, ditambah lagi dengan satu syarat yaitu pelanggaran talik talak.
Dalam prakteknya sehari-hari, alasan huruf (f) dijadikan semacam alasan “sapu jagat”, dimana semua penyebab perceraian bermuara di perselisihan dan pertengkaran.
.....................................................................................................................................................................................................